BINCANG BUKU : Buku 'Ada Serigala Betina Dalam Diri Setiap Perempuan' Psikologi Feminis
Buku adalah jendela dunia, istilah itu sudah sering terdengar, ya. Karena memang dengan buku kita jadi tau banyak berbagai wawasan, informasi, fakta menarik dan hal-hal yang terjadi di seluruh dunia lainnya.Sama halnya sekarang, kini kita akan mengulik salah satu buku yang sangat related namun jarang disadari dan masih menyimpan di kalangan masyarakat yang awam akan feminisme dan susahnya jadi perempuan.
“Perempuan secara umum lebih rentan untuk mengalami peristiwa-peristiwa yang dapat mengganggu kondisi psíkisnya, bahkan berdampak panjang karena peristiwa tersebut berpotensi menimbulkan trauma.”
Peristiwa seperti perkosaan, pelecehan seksual, KDRT yang dialami perempuan, pada lingkungan kita sekitar pasti sering dengan bukan? Rata-ratanya peristiwa tersebut berakhir akan terlupakan bagi orang lain. Namun bagi yang mengalaminya (korban), tidak semudah itu untuk melupakannya. Bagi korban pastinya luka fisik akan perlahan menghilang, lantas bagaimana dengan luka psikisnya? apakah dapat dipastikan hilang juga hanya melalui meminum obat? Tentu tidak. Dampak psikis ntah kecil maupun besar seperti mudah terkejut, sulit tidur, hanya bisa meneteskan air merupakan contoh posttraumatic stress disorder.
Adapun kondisi, Ketika korban telah mengalami ‘dampak’ seperti setiap kali melihat ikat pinggang dirinya akan panik. Lantaran teringat ikat pinggang dulu pernah dilecutkan pada tubuhnya. Dampak tersebut disebut stimulus generalization.
“Tidak ada otak perempuan dan otak laki-laki. Otak manusia lebih menyerupai mosaik gender (Daphna Joel dan Luba Vikhanski)”
Melalui pendapat daphna Joel dan luba bisa disimpulkan, bahwa otak perempuan dan laki-laki pada dasarnya tidak berbeda. Tapi, pemahaman soal pembedaan pria dan perempuan berkembang dari waktu ke waktu. Saat kita terlalu terpaku pada konsep terlahir berbeda sebagai pria dan perempuan, pemahaman kita akan makin sempit. Seperti soal perbedaan otak pria dan perempuan. Karena ada perbedaan pada otak pria dan perempuan, sempat ada pemahaman "paten" bahwa pria sulit mendengarkan dan perempuan tidak pandai membaca peta. Perempuan lebih cerewet dan pria lebih senang berkompetisi. Konsep ini menunjukkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak terletak pada otak mereka, melainkan pada faktor-faktor sosial dan budaya yang mempengaruhi perilaku dan preferensi antara perempuan dan laki-laki.
Selain itu, Vidal (2012) pun berpendapat yang selaras bahwa tidak ada perbedaan otak bayi laki-laki maupun perempuan baik secara aspek kognitif maupun sensorial. Singkatnya kehidupan peristiwa pascalahiran seperti apa yang diajarkan, dipahami di lingkungan sekitar lah menjadi penentu bagaimana ‘laki-laki’ maupun ‘perempuan’ seperti apa.
”Perempuan liar paham bahwa sebagai Perempuan, ia tidak berfungsi untuk menyenangkan orang lain dan apalagi memuaskan tatapan orang lain”
Jika kalian berfikir ‘perempuan liar’ yang dimaksud adalah Perempuan yang melakukan hal diluar batas dan diluar kendali. Salah besar. Dalam buku ini, dijelaskan bahwa sosok perempuan liar adalah pribadi yang hangat, autentik, jujur, dan tak takut penolakkan sosial. ‘Perempuan liar’ tidak akan membiarkan mereka (Masyarakat) menetapkan standar kecantikan Perempuan contohnya. ‘ia tidak dicengkeram oleh tirani kecantikan’ ( hal. 110)
Perempuan liar akan tampil bebas dan percaya diri dengan apa adanya. Apa yang sesuai dirinya punya. Tanpa harus memusingkan standar kecantikan yang masyarakat tetapkan. Jika diri kita terus mengikuti standar masyarakat yang ditetapkan, percayalah itu tidak ada ujungnya dan menjadi boomerang untuk kita. Pada dasarnya sifat manusia yang tidak ada kata puasnya, dan kita terus mengikuti standar tersebut. Itu sia-sia, membuat diri kita Lelah karena mengejar standar itu.
“Gambaran suram kondisi mental perempuan merupakan akibat dari perempuan Terjebak mitos kesempurnaan yang diciptakan masyarakat.”
‘perempuan ujung-ujungnya di dapur’
‘jadi Perempuan jangan terlalu pintar, nanti jodohnya susah’
Sekarang ini, tidak dipungkuri banyak Perempuan yang berbondong-bondong untuk mengejar ‘kesempurnaan’ di mata orang lain. Mitos kesempurnaan yang diciptakan oleh masyarakat menyebabkan perempuan merasa terjebak dalam standar yang tidak realistis dan tidak mampu memenuhi ekspektasi yang ditetapkan masyarakat. Hal ini menyebabkan perempuan merasa tidak berharga, tidak percaya diri, dan merasa tertekan. Tentunya hal ini rentan menyebabkan perempuan mengalami gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan gangguan makan. Jadi, penting bagi semuanya untuk paham bahwa tidak ada yang sempurna dan setiap orang memiliki keunikan dan kelemahan mereka sendiri. Karena sejatinya yang membedakan perempuan dan laki-laki hanyalah melahirkan dan menyusui.
“Tidak perlu merasa cantik jika memang tidak merasa cantik. Bagaimana bisa menerima diri sendiri jika kita telah menyangkal diri? Lantas apa yang dimaksud dengan penerimaan diri dalam hal ini?”
Penerimaan dalam diri itu ketika kita sudah menerima baik buruknya diri kita sendiri. diibaratkan Cantik hanyalah bonus, tetapi jadi cantik juga terkadang membuat seseorang merasa risih karena terlalu jadi pusat perhatian atau bahkan jadi korban pelecehan verbal, atau contohnya dalam sejarah Indonesia, pada saat Indonesia di jajah jepang, banyak wanita cantik Indonesia yang di jadikan budak sex oleh tentara jepang, sedangkan wanita jelek hanya dijadikan budak biasa, sampai ada di cetuskan kalimat dari wanita cantik "andai aku tidak cantik".
Beauty privilege itu nyata, itu benar tapi itu tidak akan bertahan lama, karena kecantikan pasti akan luntur, orang-orang tidak akan peduli secara tulus.
Jadi, daripada berusaha menjadi cantik, lebih baik menjadi perempuan pintar dengan kualitas diri yang baik, karena dengan itu kita bisa mendapatkan segala relasi sesuai dengan cerminan diri, bukan sesuai dengan kecantikan. Karena, perempuan yang pintar lebih mempunyai daya tarik yang kuat daripada hanya sekedar cantik. Ingat, nilai Perempuan bukan hanya ditentukan dengan kecantikannya saja. Jadi, fokus kan pada apa yang diprioritaskan dalam dirimu, terima yang sesuatu yang buruk dalam dirimu sebagai ciri khas karena perempuan juga manusia yang tidak sempurna dan kembangkan kelebihan dirimu sebagai pondasi untuk menjadi perempuan pintar sesuai kemampuan diri sendiri.
“semakin kita berusaha menghilangkan rasa sedih, justru kita akan terpuruk dalam kesedihan.”
Komentar
Posting Komentar