Luar Biasa! Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Swadaya Gunung Jati Sukses Gelar Seminar Budaya yang Hadirkan Pakar Internasional.

 

FISIP UGJ Bahas Seni Tradisional dan Konflik Gender dalam Budaya Populer!






Nabila Ichwani

UGJ-TV, CIREBON – Selasa, 18 Maret 2025. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) kembali menggelar seminar yang kali ini bertajuk "Introducing Japanese, Korean, and Indonesian Folk Art and Traditional Music Culture." Acara ini dilaksanakan di Auditorium Gedung B, Fakultas Kedokteran UGJ dan resmi dibuka oleh Rektor UGJ, Prof. Dr. Ir. H. Achmad Faqih, SP., M.M., IPUM, CIRR., yang dalam sambutannya menekankan pentingnya memahami budaya sebagai identitas bangsa serta tantangan dalam melestarikannya di tengah modernisasi dan globalisasi.

Seminar ini menghadirkan dua narasumber internasional serta satu akademisi dari FISIP UGJ yang membahas peran seni dan budaya dalam identitas bangsa serta fenomena konflik gender dalam budaya populer. Dengan topik yang luas, seminar ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana seni tradisional tetap relevan di era modern dan bagaimana pergeseran budaya dapat memicu perdebatan di ruang publik.

Dalam sesi pertama, Prof. Siti Khumayah, SE., SH., M.Si selaku Dekan FISIP UGJ membuka diskusi dengan menyoroti pentingnya seni tradisional sebagai bagian dari identitas suatu bangsa. Beliau menjelaskan bahwa Folk Art dan musik tradisional memiliki peran besar dalam membentuk karakter budaya suatu negara. Seiring perkembangan zaman, kekhawatiran muncul bahwa seni tradisional bisa semakin tergerus oleh modernisasi. Ibu Siti Khumayah menegaskan bahwa peran generasi muda sangat dibutuhkan untuk memahami dan melestarikan budaya agar tetap hidup di tengah gempuran budaya global. “Saya kembali mengajak generasi muda untuk memahami, dan mempelajari agar kita menjadi lestari,” ujarnya.

Sesi berikutnya menghadirkan Prof. Kamino Chie, dari Iwate University, Jepang, seorang seniman yang berbagi kisahnya tentang bagaimana ia tertarik dengan budaya dan seni tradisional. Sejak 2006, ia mendalami musik dan seni. Perjalanannya mengenal seni tradisional semakin dalam setelah ia mengunjungi Festival Saniku pada 2017 dan melihat pertunjukan Tari Topeng. Pengalaman itu membuatnya semakin tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang seni dari berbagai negara salah satunya di Indonesia sendiri. Prof. Kamino Chie juga berbagi tentang Ise Dai Kagura, seni akrobatik yang dilakukan dari rumah ke rumah, di mana warga memberikan beras dan uang sebagai bentuk apresiasi. Baginya, tradisi seperti ini masih bertahan di Jepang, meskipun harus bersaing dengan budaya modern.

Sesi terakhir dalam seminar ini menghadirkan Dr. Chung Ji Pyo dari Center of Asian Music Studies, ISI Surakarta, membahas fenomena hate speech terhadap K-pop di Indonesia dan kaitannya dengan konflik gender. Ia mengungkap bahwa banyak ujaran kebencian terhadap K-pop berasal dari laki-laki, yang kerap mempertanyakan maskulinitas artis Korea. Hal ini bukan sekadar persoalan selera musik, tetapi mencerminkan benturan nilai sosial, termasuk dominasi budaya dan standar maskulinitas yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia. Dr. Chung juga menyoroti bagaimana penggemar K-pop, terutama perempuan, sering mengalami diskriminasi, baik dari keluarga maupun lingkungan sosial. Ada stigma bahwa menyukai K-pop bertentangan dengan nilai agama atau maskulinitas tradisional. Ia juga menyoroti kontradiksi dalam budaya populer, di mana antusiasme perempuan terhadap K-pop sering dikritik, sementara laki-laki yang fanatik terhadap sepak bola atau musik lain dianggap wajar.  Menurutnya, kecemburuan sosial dan bias gender turut memperkuat ujaran kebencian terhadap K-pop. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya edukasi agar masyarakat lebih sadar terhadap narasi kebencian yang tidak berdasar.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

UGJ-TV

“SOUND ART SHOWCASE” Acara Mahasiwa FISIP UGJ Berhasil Digelar Sangat Meriah.