Bincang Buku - Menyelami Pahit-Getir Dibalik Kehidupan Melalui Novel “Tentang Kamu” Karya Tere Liye
Makna Seorang Sri Ningsih yang Menjadi Simbol Kegigihan dan Kebebasan Perempuan Melalui Novel “Tentang Kamu” Karya Tere Liye
Dwi Riyanto
CIREBON, UGJ-TV – Novel "Tentang Kamu" merupakan salah satu novel karya Tere Liye yang mengangkat tema berbeda dibandingkan dengan novel-novel lainnya. Novel bergenre biografi ini sangat cocok bagi kalian yang ingin menyelami kisah hidup seseorang dan menggali makna mendalam dari perjalanan hidup seseorang. Melalui novel ini, pembaca akan dihadapkan oleh berbagai pengalaman berharga yang dapat dijadikan sebagai pelajaran hidup dan bekal berharga untuk menghadapi masa depan. Diterbitkan pada tahun 2016, novel ini meraih kesuksesan dan menjadi salah satu novel karya Tere Liye yang terlaris, bahkan hingga melakukan cetak ulang berkali-kali. Tere Liye, sebagai seorang penulis multitalenta, selalu berhasil memanjakan para pembacanya dengan karya-karya yang tak hanya menghibur, tetapi juga penuh kejutan yang mampu menyentuh hati siapa saja yang membacanya.
Kisah ini bermula dari seorang pria muda bernama Zaman
Zukarnaen, seorang pengacara berbakat yang baru saja bergabung dengan firma
hukum terkemuka di London, Thomson & CO. Tanpa diduga, Zaman tiba-tiba
mendapatkan tugas besar yang penuh tantangan yaitu menyelesaikan sengketa harta
warisan milik Sri Ningsih. Sri Ningsih, seorang perempuan asal Indonesia yang
telah meninggal dunia di salah satu panti jompo di kota Paris, meninggalkan saham
sebesar 1% dari sebuah perusahaan multinasional. Saham tersebut bernilai
fantastis sekitar 19 triliun rupiah. Masalahnya, sengketa warisan ini jauh
lebih rumit dari yang dibayangkan Zaman. Dengan informasi yang terbatas, ia
harus memecahkan teka-teki siapa yang berhak menerima harta warisan sebesar
itu. Tanpa banyak petunjuk, Zaman pun bertekad untuk menggali lebih dalam
tentang kehidupan Sri Ningsih, mengurai setiap jejak masa lalu, dan mengungkap
misteri yang tersembunyi demi menyelesaikan pembagian warisan yang ditinggalkan
oleh Sri Ningsih yang baru saja wafat.
Untuk mencari siapa yang berhak atas warisan Sri Ningsih,
Zaman Zukarnaen melakukan perjalanan ke Pulau Bungin, Sumbawa, tempat kelahiran
Sri. Di sana, ia bertemu Ode, teman masa kecil Sri, yang menceritakan kisah
hidup tragis Sri. Sejak lahir, Sri telah kehilangan ibu, yang meninggal setelah
melahirkannya. Ayahnya, Nugroho, menikah lagi dengan Nusi Maratta, yang menjadi
ibu tiri yang kejam setelah ayah Sri meninggal dalam kecelakaan kapal. Sejak
saat itu, hidup Sri penuh penderitaan, termasuk kekerasan dari ibu tirinya.
Namun, Sri tetap bertahan dan menemukan perlindungan di sebuah pondok pesantren
setelah kebakaran yang merenggut nyawa ibu tirinya.
Di pesantren, Zaman bertemu Ibu Nur’ani, yang mengenang masa
remaja Sri. Persahabatan Sri dengan teman-temannya hancur akibat perbedaan
politik, terutama setelah adiknya, Tilamuta, tewas akibat kekerasan politik
terkait isu PKI (Partai Komunis Indonesia). Meski duka menyelimuti hidupnya,
Sri tidak menyerah. Ia bekerja keras, menjadi guru, pedagang, dan membuka
usaha. Hingga akhirnya, ia sukses dengan pabrik sabun yang didirikannya. Namun,
karena suatu alasan, Sri menjual pabrik tersebut dan menukarnya dengan 1% saham
perusahaan multinasional. Sri kemudian hijrah ke London, memulai hidup baru,
dan menemukan cinta pada seorang pria asal Turki bernama Hanan. Meskipun tidak
memiliki anak karena masalah kesehatan, Sri pernah hamil dan melahirkan seorang
anak yang tak tertolong. Setelah suaminya meninggal, Sri memilih tinggal di
panti jompo di Paris hingga akhirnya meninggal dunia. Sebelum meninggal, Sri
meninggalkan sebuah surat wasiat yang penuh teka-teki, yang kini menjadi tugas
Zaman untuk mengungkapnya.
“Saat kita sudah melakukan yang
terbaik dan tetap gagal, apa lagi yang harus kita lakukan? Jika kita gagal
1000x, maka pastikan kita bangkit 1001x.”
(Tentang Kamu – Halaman 210)
Novel ini mengajarkan kita bahwa manusia sering kali begitu
dekat dengan kemalangan, sementara kebahagiaan datang hanya sekejap. Namun, di
balik semua itu yang diperlukan hanyalah keteguhan hati untuk bertahan
menghadapi setiap cobaan yang diberikan Tuhan. Inilah yang dilakukan oleh Sri
Ningsih, seorang perempuan yang hidupnya telah dihantam berbagai ujian sejak
kecil. Mulai dari kehilangan kedua orang tuanya, penyiksaan oleh ibu tiri,
konflik politik, kehilangan rumah, putusnya persahabatan, hingga kesulitan
memiliki anak. Semua cobaan itu dilalui Sri dengan hati yang lapang dan
semangat yang tak pernah padam hingga akhir hidupnya. Kegigihan Sri Ningsih
menjadi sumber inspirasi dan energi positif bagi para pembacanya. Ia
mengajarkan bahwa dalam menghadapi kehidupan yang kita butuhkan adalah
kesabaran, ketekunan serta keberanian untuk terus berjuang meski keadaan terasa
begitu berat. Saat membaca novel ini, pembaca akan merasa seolah-olah
turut menemani Sri dalam perjuangannya. Kita akan melihat bagaimana seorang
perempuan yang hidup tanpa dukungan dari siapa pun mampu bertahan dan melewati
segala rintangan hidup yang penuh gejolak. Tidak hanya itu novel ini juga
mengajarkan bahwa menjadi perempuan mandiri tidak ada salahnya. Sri Ningsih
berhasil menjadi contoh bahwa perempuan bisa melakukan apapun termasuk
mendirikan perusahaan sendiri.
Sri Ningsih adalah simbol kebebasan perempuan yang
membuktikan bahwa seorang wanita bisa mencapai apapun yang diinginkannya,
termasuk mendirikan perusahaan sendiri dan menentukan jalan hidupnya tanpa
terikat norma sosial yang mendiskriminasi. Di tengah pandangan masyarakat yang
sering mengkotak-kotakkan perempuan sebagai objek dan mengharuskan mereka
mengikuti serangkaian aturan, Sri Ningsih memilih untuk melawan stigma itu. Ia
membuktikan bahwa perempuan memiliki hak untuk mengejar impian, memilih arah
hidup, dan mengeksplorasi apa yang mereka sukai. Sri Ningsih menunjukkan bahwa
menjadi perempuan merdeka memerlukan keberanian untuk mengambil risiko dan
keteguhan hati untuk mengabaikan setiap omongan negatif yang mencoba membatasi
pilihan hidup.
“Jadilah seperti lilin, yang tidak
pernah menyesal saat nyala api membakarmu. Jadilah seperti air yang mengalir
sabar. Jangan pernah takut memulai hal baru.” (Tentang
Kamu – Halaman 274)
Komentar
Posting Komentar